Foto-foto: Instagram/jpgaultierofficial
Ketika
Jean-Paul Gaultier mengumumkan keputusannya untuk pamit dari panggung peragaan haute couture beberapa waktu lalu, dunia mode sontak kelabu. Bagaimana tidak, Gaultier adalah salah satu maestro couture yang karyanya telah dicatatkan dalam tinta emas sejarah mode dunia.
Ia adalah satu dari sedikit desainer yang tahu caranya bersenang-senang. Humor dan keriangan adalah hal yang tak terpisahkan dari koleksi dan peragaan busananya, bahkan hingga terakhir perjalanannya sebagai seorang desainer.
Peragaan koleksi adibusana terakhir Gaultier sekaligus menandakan 50 tahun kekaryaannya di dunia mode. Digelar di Theatre du Chatalet, peragaannya yang terakhir ini menjadi perayaan besar nan ikonis.
Hampir setiap nama besar di dunia mode dunia turut hadir untuk memberikan apresiasi terakhir terhadap karya sang legenda. Mantan anak magang Gaultier,
Nicolas Ghesquière;
Viktor Horsting dan
Rolf Snoeren;
Isabel Marant;
Christian Louboutin;
Julien Dossena dari Paco Rabanne;
Mary Katrantzou;
Christian Lacroix;
Dries Van Noten; hingga salah satu murid emas Gaultier yang dikenal tertutup,
Martin Margiela berada di antara tamu-tamu. Ada pula Carla Bruni-Sarkozy, Simon LeBon, Sonam Kapoor, dan Mika menjadi beberapa nama yang terlihat duduk berderet di kursi depan.
Gaultier bukan saja sosok berpengaruh di dunia mode, ia juga salah satu yang visioner, terutama dalam menangkap semangat zaman yang gemanya kian mengencang di dekade-dekade setelahnya. Tema-tema seperti keberagaman, keberlangsungan, kesetaraan dan perbauran gender sudah berkelindan erat dalam DNA desain Gaultier. Sejak peragaan busana pertamanya pada 1976, Gaultier telah menghadirkan pilihan model yang beragam. Baik dari segi ukuran, gender, etnisitas, dan sebagainya. Baginya hal itu bukan sesuatu yang liyan, sebab keberagaman itulah yang merefleksikan kehidupan sehari-hari dan menjadi sumber inspirasinya.
Dilansir dari Vogue Runway, Gaultier menceritakan awal eksplorasi desainnya yang mulanya nampak anarkis. “Saya mendaur ulang barang karena saya tidak punya uang. Jadi, saya mengambil benda-benda seperti denim dan kamuflase dan bereksperimen dengan itu. Sekarang saya melakukannya dengan koleksi adibusana saya!” jelasnya penuh semangat.
Semangat Gaultier memang terus menyala, bahkan setelah setengah abad ia menekuni fashion. Dan sebagai penutup ia memberikan tanda perpisahan dengan api yang sama dan kian berkobar. Ada sekitar 100 tampilan dari koleksinya ini. Sesuai ucapannya, Gaultier mengeksplorasi ide-ide originalnya yang ia olah dengan keterampilan teknis luar biasa.
Le corset conique,
la jupe pour homme, dan
la marinière tak luput menghiasi panggung penutup kiprah Gaultier ini. Tentunya semuanya hadir dengan napas baru yang kian segar.
Tak cuma ide, sepanjang peragaan ini Gaultier juga memperlihatkan kemampuannya mendaur ulang koleksi pakaian lama. Ada bodysuit yang dibuat dari satin bahan foulard vintage Gaultier. Atau jaket New Look yang dipasang di bagian depan bustier dengan rok terbuat dari stoking dan sarung tangan opera lama.
Di panggung peragaan, model yang ditampilkan amat beragam. Mulai dari supermodel seperti
Gigi Hadid,
Irina Shayk, dan
Adriana Lima, hingga para muse Gaultier seperti
Dita von Teese,
Anna Pawlowksi—yang juga menjadi model di peragaan perdana sang desainer, dan
Tanel Bedrossiantz, hingga ke model-model yang belum dikenal hasil open casting untuk merefleksikan semangat keberagaman dan kemanusiaan yang nyata.
Gaultier menepati janjianya yang ia ungkapkan melalui unggahan Instagram. Peragaan ini memang sebuah pesta perayaan! Dan tepuk tangan tak berkesudahan mengiringi sang legenda memberi penghormatan terakhirnya di panggung peragaan haute couture. “Itu cara Anda pergi dengan dentuman!” kata Dries Van Noten sambil bertepuk tangan.
(wn)
Artikel ini sudah dipublikasikan di
www.dewimagazine.com