Sulit membayangkan bagaimana Nawal lebih radikal lagi, karena kata “radikal” melekat pada dirinya. Karya-karya fiksinya dibaca di seluruh dunia, bertema perjuangan perempuan melawan rezim otoriter dan partriarki di Mesir, tapi juga sebuah metafor untuk seluruh negeri dan tempat di mana perempuan diperlakukan sewenang-wenang dan kebebasannya dirampas. Feminisme bagi Nawal merupakan sebuah praktik. Ia pernah dijebloskan ke penjara di masa Anwar Sadat berkuasa di negerinya. Karya-karyanya mengundang kontroversi, diserang, disensor, tapi terus menginspirasi kaum perempuan. Ia Novelnya yang paling terkenal di Indonesia adalah Perempuan di Titik Nol.
Nawal melawan penindasan terhadap perempuan yang terjadi berdasarkan kelas dan jenis kelamin. Ia tidak pernah menyerah dan terus menangani isu yang terkait dengan perempuan dalam lingkup sosial maupun politik, seperti pelacuran, kekerasan dalam rumah tangga dan fundamentalisme agama. Karyanya Woman and Sex mengkritik mutilasi alat kelamin bayi atau anak perempuan, yang dikenal sebagai sunat perempuan. Ia juga mengkritik cara pandang laki-laki Arab terhadap perempuan dan seks, sehingga menyebabkannya kehilangan pekerjaan sebagai direktur institusi kesehatan masyarakat di Mesir.
Ia terkenal sebagai pelopor melawan sunat perempuan, yaitu pemutilasian alat kelamin bayi atau anak perempuan akibat tradisi dan tafsir agama yang patriarkal. Sebagaimana terungkap dalam otobiografinya, Daughter of Isis, Nawal telah disunat pada usia 6 tahun. Selama 50 tahun ia berkampanye melawan sunat perempuan setelah merasakan sendiri kerusakan fisik akibat mutilasi tersebut, meski dilarang oleh pemerintah Mesir. Bukan hanya itu, Nawal aktif menentang pernikahan di bawah umur yang masih subur di kalangan masyarakat kelas menengah Mesir. Baginya, ekstremisme agama adalah ancaman terbesar bagi kebebasan perempuan saat ini. (wn)
Foto: www.egyptianstreet.com