Foto: Unsplash
Dengan berlalunya musim dingin di negara-negara empat musim, sempat ada harapan bahwa pandemi Covid-19 akan segera berakhir. Kini, pertanyaan kuncinya kini adalah benarkah sinar matahari musim panas akan berpengaruh terhadap tingkah laku dan penyebaran virus corona?
Sejauh ini memang ada pengaruh musim terhadap pola kejadian penyakit dan penularan virus corona. Seperti penelitian terhadap virus corona, yaitu HCoV-NL63 (alpha coronavirus yang penderitanya menunjukkan gejala bronchitis), HCoV-OC43 (beta coronavirus yang merupakan virus penyebab flu biasa) dan HCoV-229E (alpha coronavirus yang gejalanya mirip flu biasa dan menyerang anak-anak serta orang lanjut usia) – oleh peneliti dari University College London yang dipublikasikan pada awal April ini. Dengan menganalisis sampel yang dikumpulkan sejak beberapa tahun lalu, peneliti menemukan bahwa rata-rata infeksi corona virus tertinggi terjadi pada Februari, sementara di bulan-bulan musim panas sangat rendah kejadian infeksinya.
Meski begitu, banyak ilmuwan yang memperingatkan bahwa virus penyebab Covid-19, yaitu SARS CoV2, adalah virus baru sehingga populasi manusia belum memiliki kesempatan untuk membangun imunitasnya. Karena itu, dimungkinkan virus ini tetap bisa menyebar cepat, meski pada musim panas.
“Saya meyakini bahwa penyebaran virus juga dipengaruhi musim,” kata ahli virus Michael Skinner dari Imperial College London. “Namun, bila dibandingkan dengan efektifitas social distancing untuk menurunkan potensi penularan, maka pengaruh musim dalam Covid-19 ini menjadi sangat rendah. Perubahan musim akan memberikan dampak, tetapi akan tidak bisa menyamai efektifitas isolasi diri,” katanya.
Karena itu, Michael Skinner tetap menyarankan masyarakat untuk mengikuti aturan-aturan mengenai pencegahan penularan virus yang selama ini sudah disosialisasikan. (wn)