Secara harfiah, milestone berarti batu peringatan. Dalam pertumbuhan anak, milestone adalah serangkaian tahapan tumbuh kembang yang sangat penting bagi anak, sejak dalam kandungan hingga mulai masuk sekolah. “Milestone ini hanya terjadi sekali seumur hidup,” jelas Prof. Netti Herawati, Ketua Umum PP HIMPAUDI, Guru Besar Universitas Riau, dan owner PAUD Quantum Kids, Pekanbaru, membuka diskusi di sesi Masterclass: Mengenal Milestone Tumbuh Kembang Pendidikan Anak, pada hari kedua Leap Virtual Summit, 18 Desember 2020.
Menurut Prof. Netti, tumbuh dan kembang itu seperti dua sisi mata uang yang saling terkait. Tumbuh itu bertambahnya ukuran, sedangkan kembang itu bertambahnya kemampuan. Yang termasuk pertumbuhan adalah tinggi badan, lingkar kepala, dan berat badan. Sementara yang termasuk perkembangan yaitu dapat dilihat sejak bayi adalah mulai dari tengkurap, mengangkat kepala, lalu belajar merangkak.
Untuk melihat milestone anak, kita tidak boleh terlepas dari masa janinnya. Karena saat masih di dalam janin, kita dapat mengetahui melalui kualitas dari ayah dan ibunya. Saat bayi berusia 0 hingga 2 tahun, terkumpulah sel sebanyak 100 miliar di otak bayi dan menjadi kesempatan emas bagi anak untuk dikembangkan. “Jika tidak dikembangkan, maka yang tertinggal di otak bayi hanya sekitar 50% saja. Untuk usia 3-6 tahun yang dapat dikembangkan hanya yang sudah ada saat ini saja,” jelasnya.
Aspek perkembangan saling berhubungan, mulai dari nilai agama, moral, fisik motorik, kognitif, bahasa, sosial-emosional, dan seni. Menurut Prof. Netti, tumbuh kembang anak bergantung pada guru di rumah, guru di lembaga pendidikan, dan guru di lingkungan. “Sang ibu yang ingin mendidik anak yang memiliki kesehatan yang baik, juga harus menjaga pola makan, tidur, dan kesehatannya sendiri,” ujarnya.
Memahami milestone tumbuh kembang anak penting agar orang tua bisa menilai apakah pertumbuhan dan perkembangan anaknya sudah sesuai dengan usianya atau belum. Kemudian, barulah kita rencanakan dengan baik stimulasi-stimulasi yang dibutuhkan anak. “Kita tidak bisa memaksakan tahapan tersebut jika kemudian milestone-nya tidak di usianya. Jadi tidak ada maknanya atau menjadi hal yang tidak baik jika memaksa anak untuk membaca, menulis, dan berhitung tidak pada usianya, misalnya,” tutur Prof Netti.