Menurut Rendra Susanti, Owner Laci Asmara, pemerhati dan praktisi gaya hidup intim, kenikmatan seksual adalah pengetahuan yang wajib diketahui wanita. Namun, kita masih sering malu-malu membicarakannya. Topik hangat ini menjadi diskusi seru di sesi Masterclass: Orgasim Talk, Sabtu 19 Desember 2020. Wanita yang akrab dipanggil Susu ini memulai diskusi dari pertanyaan sederhana, apakah orgasme dan ejakulasi itu sama? Apakah jika orgasme, maka harus ejakulasi? Apa indikator bahwa kita sudah mencapai orgasme atau ejakulasi?
Orgasme memang sesuatu yang misterius, yang belum dipelajari banyak wanita. Sehingga, yang bisa kita lakukan untuk memahaminya adalah dengan melakukan eksplorasi. “Orgasme itu seperti skill. Kita tidak bisa hanya melakukannya 1 kali saja dan langsung mendapatkan banyak hal. Orgasme itu mekanismenya dari kepala hingga badan. Kepala yang menstimulasi dan badan yang ikut terstimulasi,” paparnya.
Wanita ini berpendapat, orgasme sendiri berarti reaksi dan perubahan badan dan kepala ketika kita terstimulasi secara seksual. Hasilnya pun berbeda-beda pada setiap orang. “Banyak wanita dan laki-laki hanya berkonsentrasi pada hal itu, padahal prosesnya pun perlu dinikmati,” ujarnya.
Ketika terstimulasi, otak mengirimkan sinyal-sinyal ke tubuh kita untuk bereaksi. Dalam konteks seksual, reaksi biologis terhadap stimulasi seksual adalah tubuh perempuan akan mengeluarkan cairan alami. Cairan alami ini berguna sebagai lubrikasi ketika terjadi penetrasi seksual. Namun, kebanyakan wanita tahunya adalah ketika sudah mencapai titik kepuasan, maka cairan tersebut akan keluar secara banyak dan spontan. Padahal cairan tersebut akan keluar dengan cara yang berbeda-beda pada setiap wanita.
Misteri orgasme menyebabkan yang namanya orgasm confursion yang diwariskan dari masa ke masa. Pada zaman terdahulu hingga zaman Victoria, jika perempuan menunjukkan birahi atau hasrat disebut sebagai penyakit “histeria”. Karena di masa itu wanita tidak diperbolehkan untuk ekspresif. Sekitar tahun 1890-an, Sigmund Freud menyatakan bahwa kepuasan seksual dari luar badan atau klitoris adalah tanda ketidakseimbangan jiwa dan perlakuan tidak dewasa. “Perempuan dianggap hanya bisa mencapai kenikmatan dari penetrasi saja. Tidak ada cara lain,” jelasnya.
Dr. Alfred Kinsey pada tahun 1940an menyatakan, bertahun-tahun lamanya wanita dipaksa untuk percaya bahwa orgasme klitoris itu bukanlah perilaku dewasa bahkan penyakit jiwa. “Jadilah otak mereka berjuang penuh beban untuk mencari dan mendapatkannya dari dalam. Padahal untuk banyak wanita, it’s biologically impossible,” ujarnya.
Ia juga melihat bahwa belum pernah ada yang serius membahas orgasme secara medis. Oleh kebanyakan orang, video pornografi dijadikan referensi untuk mengetahui bagaimana orgasme itu terjadi, tanpa mereka mempelajari nya lebih dalam.
PRASTIKA ADANI PUTRIANANTO