Wanita Network

Saling Tuding Soal Corona Virus Antara Cina, Amerika Dan WHO. Siapa Yang Salah?

Foto: Pexels

 

Amerika Serikat saat ini memang sedang berjuang habis-habisan melawan corona. Dilaporkan, terdapat 685.000 orang positif Covid-19 dan 34.600 lebih meninggal, jumlah terbesar dari negara-negara yang terinfeksi lainnya.

 

Direktur Jendral WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus menyesalkan keputusan Donald Trump dan menolak anggapan bahwa WHO condong ke Beijing. Ia berharap, Amerika dan Cina bisa bersama-sama berperang melawan musuh berbahaya ini.

 

Seperti dilaporkan South China Morning Post, Beijing pun balik menyalahkan Amerika yang mereka anggap mempolitisasi wabah. Bahkan Menteri Luar Negeri Zhao Lijian mengatakan, bahwa corona virus sebetulnya berasal dari Amerika, bukan dari Wuhan, tempat wabah ini pertama kali meledak pada Desember 2019.

 

Para analis politik internasional mengatakan, permainan saling menyalahkan antara Amerika dan Cina merupakan buntut dari rivalitas kedua negara yang sangat intens selama ini. Ditambah lagi, dalam pandemi Covid-19 ini, WHO merekomendasikan cara penanganan wabah dari apa yang sudah dilakukan Cina. Hal inilah yang kian memantik tuduhan bahwa WHO berusaha membaik-baiki Beijing.

 

Cina selama ini memang mendapat kritikan secara luas karena lambannya reaksi saat wabah corona virus muncul. Cina juga disebut  menutup-nutupi wabah ini, termasuk membungkam para pihak yang bisa membuka fakta (whistle-blowers).

 

Bila dilihat lagi secara kronologis, laporan ke publik pertama kali akan  adanya corona virus adalah pada 31 Desember 2019, saat otoritas Kesehatan Kota Hubei, Ibukota Wuhan, melaporkan ditemukannya 27 kasus pneumonia. Keesokan harinya, WHO lalu membentuk tim support untuk menanganan kasus ini. Sementara, WHO melaporkan pertama kali adanya wabah pada 5 Januari 2020, dengan menyatakan tidak ada bukti signifikan adanya transmisi antar manusia. WHO juga mengatakan untuk tidak menerapkan larangan kunjungan ke Cina juga perdagangan dengan Cina.

 

Juru bicara WHO Margaret Harris mengatakan pada CNN waktu itu, bahwa alarm sudah berbunyi di WHO dan menyadari bahwa ini adalah hal serius.

 

Seiring dengan meningkatkan kasus, WHO kemudian mengeluarkan teknis-teknis penanganan Covid-19, yang pembuatannya dipimpin oleh Maria Van Kerkhove. Kemudian, pada 14 Januari dinyatakan bahwa ada kemungkinan penularan virus antar manusia. Meski lewat akun Twitter resminya, pada 13 dan 14 Januari, WHO tetap menyatakan bahwa tidak ada bukti yang jelas bahwa virus ini menular antar manusia.

 

Titik balik wabah virus ini baru pada 20 Januari ketika epidemiologis terkenal Cina Zhong Nashan  yang menangani wabah Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) pada tahun 2002-2003 mengatakan bahwa virus ini menular antar manusia dan banyak tenaga medis yang terinfeksi. WHO kemudian mengatakan bahwa dari informasi terbaru, bahwa setidaknya ada penularan antar manusia.

 

Minggu kedua bulan April ini, Presiden Amerika Serikat Donald Trump menuding WHO bahwa pihak mereka lah yang terus-menerus mengatakan tidak ada penularan antar manusia, pada pertengahan Januari lalu. Sementara itu, per April ini WHO sudah merilis banyak informasi mengenai virus ini dan terus melakukan assessment berdasarkan apa yang terjadi di lapangan.

 

WHO juga bersidang untuk memutuskan apakah infeksi corona virus dinyatakan sebagai kondisi gawat darurat kesehatan secara global pada 22-23 Januari, namun tidak langsung mengeluarkan pernyataan resmi.  Baru seminggu kemudian, yaitu pada 30 Januari, Direktur Jendral Tedros menyatakan bahwa ini kejadian gawat darurat global.

 

Meski WHO tetap tidak menganjurkan larangan ke Cina, namun pada 31 Januari Donald Trump mengeluarkan larangan masuk ke Amerika untuk semua pengunjung dari Cina. Juru bicara Kementrian Luar Negeri Cina Hua Chunying merespons dengan mengatakan bahwa kebijakan Amerika itu tidak pantas, berlebihan dan melawan panduan WHO.

 

“Salah satu kebijakan WHO yang paling berbahaya dan mahal biayanya adalah keputusan WHO yang melawan larangan perjalanan dari Cina,” kata Trump pertengahan April lalu.

 

Akhir Januari, Tedros bertemu Presiden Cina Xi Jinping dan setelahnya WHO mengumumkan akan mengirimkan ahli-ahli ke Cina untuk mempelajari wabah ini lebih mendalam. Pada akhir kunjungan kerja, tim ahli dari WHO melaporkan bahwa respons Cina terhadap wabah corona bisa dibilang yang paling ambisius, gesit, dan agresif sepanjang sejarah penanganan wabah.

 

Para ahli Kesehatan ramai-rama mengkritik Trump untuk kebijakannya yang tidak mau lagi membiayai WHO. Hal ini dianggap Tindakan berbahaya dan dinilai hanya pemikiran jangka pendek di tengah wabah, seperti halnya pemerintah Amerika yang gagal dalam menangani krisis.

 

Namun, menurut para pemerhati politik, saling mneyalahkan ini sebaiknya harus dihentikan. Alasannya, “Saat ini Amerika tidak akan akan mau memimpin Kerjasama internasional untuk melawan pandemi ini dan hal yang sama juga akan dilakukan Cina,” ujar Cui Lei, peneliti Hubungan Cina-Amerika dari the China Institute of International Studies.

 

Selain itu, “Karena tidak ada organisasi internasional lain yang memiliki kemampuan dan pakar seperti yang dimiliki WHO, jadi bisa-bisa kita akan berada dalam kondisi layaknya naga tanpa kepala, tanpa pemimpin,” ujar Cui Lei. (wn)

 

Artikel Terpopuler

Emagz