Wanita Network

Mengenal Pierre Tendean, Pahlawan Revolusi Termuda dan Gadis Yang Ia Cintai

 
Foto: wikipedia


Tanggal 1 Oktober, Indonesia memperingati Hari Kesaktian Pancasila. Salah satu yang tidak bisa lepas adalah keberadaan para pahlawan revolusi, yaitu para jenderal yang meninggal dalam peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G-30S).
 
Namun, di antara para jenderal tersebut, terselip nama Pierre Tendean, yang pangkatnya masih kapten. Pierre adalah pengawal pribadi atau ajudan Jenderal Besar TNI Abdul Haris Nasution. Pada kejadiaan itu, ia berusia 26 tahun.
 
Pierre adalah korban salah tangkap. Oleh pasukan Cakrabirawa yang bertugas menculik dewan jenderal, Pierre disangka sebagai Jendral Nasution. Waktu pemberontakan yang berjuluk G30S itu, pasukan Cakrabirawa mendatangi kediaman Jenderal AH Nasution di Jalan Teuku Umar Nomor 40, Menteng Jakarta Pusat.
 
Pierre Tendean yang sedang tidur di ruang belakang rumah dinas terbangun karena mendengar suara tembakan dan keributan. Menurut Historia, Pierre keluar dari kamarnya karena kegaduhan itu, namun pasukan malah menangkapnya karena dikira sebagai tuan rumah. Pierre dibawa ke kawasan Lubang Buaya, Jakarta Timur. Sementara itu, Jenderal AH Nasution berhasil menyelamatkan diri dengan melompat pagar.  Pierre pun meregang nyawa di Lubang Buaya.
 
Dalam buku Jejak Sang Ajudan: Sebuah Biografi Pierre Tendean (2018) karya Ahmad Nowmenta Putra, Agus Lisna, Kapten Czi (anumerta) Pierre Andreas Tendean lahir di Batavia (sekarang Jakarta) pada 21 Februari 1939. Ibunya berdarah Perancis-Belanda, sedang ayahnya adalah keturunan Minahasa, Sulawesi Utara. Ayah Pierre adalah dokter di rumah sakit tempat Pierre Tendean lahir.
 
Setelah menyelesaikan pendidikan dasar hingga menengah, Pierre masuk ke Akademi Militer. Ia memang bercita-cita menjadi tentara, meski keluarganya tidak menghendakinya. Lulus dari Akmil, dengan pangkat Letna Dua pada tahun 1961, ia bertugas menjadi Komandan Pleton Batalyon Zeni Tempur 2 Kodam II/Bukit Barisan di Medan.
 
Pierre juga ditugaskan untuk sekolah intelijen, kemudian bertugas Dinas Pusat Intelijen Angkatan Darat (DIPIAD). Pada saat konfrontasi antara Indonesia dan Malaysia, Pierre pernah ditugaskan menjadi mata-mata ke Malaysia. Pada tahun 1965, Pierre ditugaskan menjadi ajudan Jenderal TNI Abdul Haris Nasution dengan pangkat Letnan Satu. Dan saat bertugas inilah, ia kehilangan nyawa.
 
Disebutkan pula, saat bertugas sebagai ajudan, Pierre selalu menarik perhatian karena ketampanannya.  Kematiannya juga mengungkap cerita tentang kekasihnya, Rukmini, gadis Medan yang ingin ia nikahi. Dalam buku Kunang-Kunang Kebenaran di Langit Malam, meski menjadi idola para gadis, namun Pierre bukan playboy.

"Dia tak mau menggunakan kelebihan fisiknya," kata Rooswidiati, adik bungsu Pierre Tendean.

Rupanya, Pierre terpikat pada Rukmini, yang kemudian harus ia tinggalkan ke Jakarta saat tugas memanggilnya. Dan G30S pun benar-benar memisahkan Pierre dan Rukmini untuk selamanya. Untuk menghargai jasa-jasanya, Pierre Tendean dianugerahi gelar Pahlawan Revolusi Indonesia pada 5 Oktober 1965 berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI No. 111/KOTI/Tahun 1965. (wn)


Baca Juga:

Viral, Rencana Penjualan Surat NIkah-Cerai Soekarno dan Inggit Garnasih


 
 

Artikel Terpopuler

Emagz