Foto: Pixabay
Kurang dari sebulan lagi, umat Islam dunia akan menyambut bulan suci Ramadan. Artinya, kaum Muslim akan menjalankan ritual ibadah puasa selama satu bulan penuh lengkap dengan ibadah khas Ramadan lainnya.
Pandemi Covid-19 yang belum menunjukkan tanda-tanda mereda tentu bukan penggugur kewajiban berpuasa. Sambil terus berharap wabah penyakit menular ini segera berakhir, yuk kita bersiap menjalankan ibadah puasa dengan sepenuh jiwa dan raga.
Tentu bukan hal asing lagi kalau puasa bisa berdampak positif bagi kesehatan kita. Berbagai penelitian telah membuktikan manfaat berpuasa terhadap kinerja organ-organ tubuh, termasuk otak. Selain itu, mengingat puasa adalah aktivitas yang tidak hanya menahan lapar dan dahaga di siang hari, tapi juga mengendalikan emosi, melatih kesabaran, serta meredam hasrat seksual, maka sesungguhnya puasa juga berkontribusi besar bagi kesehatan mental seseorang.
Dilansir dari halodoc, yuk, simak hubungan puasa dengan kesehatan otak dan mental berikut ini.
Puasa membantu meningkatkan kinerja otak
Aktivitas puasa berpengaruh dalam peningkatan sel-sel saraf guna meningkatkan fungsi kognitif otak. Tak hanya itu, puasa juga berguna dalam mencegah peradangan pada otak. Hal ini terjadi karena lepasnya lemak sebagai keton ke dalam darah sebagai sumber energi.
Terlebih lagi ketika puasa yang Anda jalani dikombinasikan dengan olahraga, hasilnya dapat meningkatkan jumlah mitokondria dalam neuron. Mitokondria sendiri merupakan sel yang menjadi tempat respirasi guna menghasilkan energi. Selain itu, protein pada otak juga ikut meningkat. Dengan meningkatnya kandungan protein dalam otak, fungsi otak yang mengatur daya ingat, sensor, dan perilaku juga turut meningkat.
Puasa membantu mengurangi risiko penyakit pada otak
Seperti sudah kita ketahui, demensia merupakan sekumpulan gejala penyakit yang menunjukkan adanya penurunan fungsi otak. Dengan berpuasa, penyakit yang berkembang seiring dengan bertambahnya umur ini ternyata bisa dihindari. Namun, perlu diingat bahwa risiko penurunan demensia tidak cukup bisa dicegah dengan menjalani puasa saja tapi juga dengan menerapkan pola hidup yang sehat.
Seseorang dengan berat badan berlebih misalnya, memiliki risiko lebih besar untuk terjangkit demensia. Hal ini terjadi karena peradangan dan produksi hormon berlebih yang dipicu oleh timbunan lemak dalam tubuh. Nah, dengan berpuasa yang sesuai tuntunan, berat badan Anda bisa lebih terjaga secara alami. Berat badan yang ideal akan mengurangi risiko demensia.
Dalam kondisi tertentu, stres bisa jadi memang dibutuhkan. Yang mengkhawatirkan adalah kadar stres yang berlebihan. Hal ini akan memicu otak menjadi lebih aktif dalam memikirkan kemungkinan terburuk yang bisa saja terjadi. Alhasil, otak menjadi sangat sibuk bekerja dan membuat pola tidur jadi berantakan.
Jika didiamkan terlalu lama, stres akan memengaruhi kesehatan otak dalam jangka panjang. Gangguan depresi dan kecemasan pada akhirnya tak dapat dihindari. Ketika stres, tubuh akan lebih banyak mengandung radikal bebas daripada antioksidan. Dengan berpuasa, tubuh secara otomatis memperbaiki kerusakan sel dengan memproduksi lebih banyak antioksidan yang berguna dalam mencegah stres.
Jika dilihat praktiknya, puasa memang terasa berat. Menahan lapar, dahaga, dan hawa nafsu lainnya dari subuh sampai magrib. Namun di sisi lain, puasa menciptakan momen-momen tertentu yang membentuk suasan hati menjadi lebih positif. Berkumpul bersama keluarga di waktu sahur dan berbuka, silaturahmi dengan teman-teman melalui acara buka puasa bersama, serta lebih memperbanyak ibadah yang hanya ada di bulan Ramadan adalah momen yang menciptakan kebahagiaan tersendiri.
Oh ya, rasa bahagia saat berpuasa turut dipicu dengan meningkatnya kadar endorfin dalam tubuh. Zat tersebut akan meningkat setelah menjalani puasa beberapa hari. Tak heran bila kita mendapati orang yang berpuasa memiliki mental yang sehat. (wn)