Wanita Network

Dari Fase 0 Hingga Sampai Ke Masyarakat, Jalan Panjang Pembuatan Vaksin


Foto: Pexels


Di tengah pandemi COVID-19 yang hingga akhir September ini belum juga kunjung mereda, keberadaan vaksin menjadi harapan besar untuk segera mengakhiri pandemi ini. Berbagai negara juga melaporkan upaya mereka untuk memproduksi vaksin, termasuk Indonesia yang bekerja sama dengan Sinovac dari China.

Berdasarkan dokumen presentasi Komite Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC-PEN) yang dipaparkan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto usai Rapat Terbatas tentang laporan Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi  Senin (28/9), pemerintah menyatakan vaksin kemungkinan bisa didistribuskan pada awal 2021 dengan jumlah sasaran awal adalah sasaran 102,45 juta orang.

Sebetulnya, seperti apakah proses pembuatan vaksin? Ternyata, untuk sampai bisa digunakan masyarakat, jalan panjang harus ditempuh. Butuh bertahun-tahun. Yuk, kita simak lebih lanjut.

Pertama kali yang perlu kita mengerti adalah apa itu vaksin dan bagaimana cara bekerjanya. Vaksin adalah substansi biologis yang dimasukkan kedalam tubuh kita untuk memicu system imunitas tubuh memproduksi antibodi. Vaksin bisa melakukan hal itu karena di dalamnya terkandung bentuk yang lemah atau inaktif dari bakteri atau virus penyebab penyakit.

Dosis virus atau bakteri pathogen yang ada dalam vaksin tidak menyebabkan kita sakit, namun cukup untuk dikenali sebagai agen asing yang masuk ke tubuh sehingga system kekebalan mulai bekerja melawannya. Setelahnya, system imunitas kita akan mengingat atau memiliki memori akan agen penyakit tersebut, sehingga ketika tubuh kita terpapar oleh agen penyakit yang serupa, maka system imunitas bisa langsung bekerja cepat sehingga kita tidak jatuh sakit.

Vaksin bisa untuk mencegah penyakit, juga bisa untuk terapeutik untuk meningkatkan system imunitas alamiah untuk penyakit yang sudah ada dalam tubuh, misalnya kanker.

Umumnya, vaksin melindungi populasi dan digunakan untuk mengontrol wabah penyakit, juga untuk membasmi penyakit. Di dunia ini setidaknya ada dua penyakit yang tumpas karena vaksin, yaitu small pox (cacar) pada manusia dan rinderpest pada hewan.

Sebelum digunakan di masyarakat, seperti halnya obat, vaksin juga harus melewati berbagai langkah pembuatan, yang di sepanjang jalan tersebut, banyak kandidat atau calon vaksin berguguran di jalan.

Berikut ini stages-nya:

Stage eksplorasi adalah menjadi awal dari proses pembuatan vaksin. Biasanya dibutuhkan 2 hingga 4 tahun, yaitu dengan mengidentifikasikan antigen dan roadmap dari vaksin tersebut dibuat.
Stage pre-klinis atau Fase 0. Di sini materi mikroba diuji secara in vitro (dalam sel atau kultur jaringan di lab) dan pada hewan untuk mengetahui efeknya bila kemudian dimasukkan ke tubuh manusia. Fase ini biasanya membutuhkan 1 sampai 2 tahun.

Namun saat dunia harus menghadapi pandemi COVID-19 ini misalnya, para peneliti diperbolehkan secara etik untuk melewati fase-fase ini dan langsung menuju fase 1.

Fase 1 adalah vaksin mulai diperkenalkan pada manusia untuk pertama kalinya. Objectivenya adalah untuk melihat keamanan vaksin tersebut dan mengetahui efeknya pada respon system imunitas. Pada fase ini, biasanya vaksin diberikan kurang dari 100 orang, dan memiliki durasi antara beberapa bulan hingga 1-2 tahun.

Jika hasil pada fase 1 menunjukkan keamanan, fase 2 dimulai dengan relawan 200-300 orang untuk menguji efektifitas dan mengetahui apakah ada efek samping kandidat vaksin tersebut. Fase 2 ini menghabiskan waktu antara 2-3 tahun. Seringkali, fase 1 dan 2 dilakukan dalam satu periode.

Fase 3 merupakan pengujian yang paling krusial. Umumnya, fase 3 ini berlangsung antara 5-10 tahun dengan sekitar 3.000 partisipan untuk satu vaksin. Hasil yang sukses pada fase 3 adalah ketika efektifitas vaksin tersebut didapatkan.

Setelah secara statistik efektifitas vaksin terbukti, maka vaksin tersebut bisa mulai menjalani proses persetujuan (umunya selama 2 tahun). Proses ini meliputi produksi, peningkatan kualitas, membuat plan, hingga kemudian didistribuskan.

Setelah vaksin didistribusikan, maka dimulailah fase 4, yang merupakan proses jangka panjang untuk melihat keamanan dan efektifitas vaksin yang sudah digunakan.

Dengan demikian, pada kasus yang tidak gawat, dibutuhkan 10-15 tahun pembuatan vaksin. 

Secara umum vaksin diketegorikan menjadi dua. Pertama adalah vaksin hidup. Ini adalah vaksin yang mengandung agen penyakit yang sudah sangat dilemahkan sehingga tidka mampu menimbulkan penyakit. Contohnya adalah vaksin campak dan BCG (vaksin untuk TBC).

Kedua adalah vaksin mati, yaitu yang dibuat dari agen penyakit yang mati atau tidak aktif yang merupakan salah satu bagian tubuh dari agen penyakit tersebut. Vaksin jenis ini tidak sekuat vaksin hidup dan biasanya membutuhkan dosis booster (vaksin ulang).

Vaksin mati bisa dengan seluruh bagian tubuh agen penyakit yang dimatikan, misalnya rabies atau vaksin influenza, atau hanya sebagian tubuh agen penyakit misalnya hepatitis B dan Human papillomavirus (HPV).

Beberapa vaksin untuk COVID yang sedang dikembangkan, misalnya oleh Novovax, menggunakan sebagian dari virus, yaitu protein duri (spike protein) yang berada di permukaan virus corona.

Sejauh ini, kandidat vaksin yang paling cepat mendapatkan persetujuan dan lisensi adalah vaksin mumps (penyakit gondong) yang membutuhkan waktu 4 tahun dari mengumpulkan sample virus hingga mendapatkan lisensi. Sementara, vaksin ebola juga termasuk cepat. Meski virus ebola sudah diidentifikasi sejak tahun 1970-an, namun pembuatan vaksin ebola baru dilakukan pada tahun 2014 sebagai respons terjadinya wabah ebola. Vaksin ebola pun mendapat lisensi pada November 2019 dan diedarkan pada tahun 2020 ini. (wn)


Baca Juga:

Bukan Hanya Bayi, Orang Dewasa Juga Perlu Vaksin

Salah Kaprah Tentang Vaksin MR




 

Artikel Terpopuler

Emagz